Wednesday, August 19, 2015

Middle Earth Trip: Day 2

Setelah perjalanan panjang dari Jakarta-Sydney-Auckland-Christchurch kemarin (dan kemarin dulu), untungnya hari ini tour lokal kami dimulai jam 9 pagi. Jadi bisa bangun jam 7 pagi. Yang mana… jam 7 pagi itu masih gelap. Kayak jam 5.30 aja kalau di Jakarta.
Setelah mandi dan menyiapkan barang-barang yang mau dibawa, kami sarapan pagi. Omla makan indomie goreng gelas dan aku makan Naan Bread, dua-duanya dibeli di Relay Auckland Airport kemarin pas baru mendarat di Auckland. Pagi ini aku gak ke dapur, Omla aja yang ke dapur cari air panas. Sekalian isi tumbler buat bekal selama tour.

Di depan Thomas's Hotel
Jam 9 kurang dikit kami udah siap di depan hotel. Kemana kami hari ini? EDORAS!!! Ya kami ikut Edoras Tour yang diselenggarakan oleh Hassle Free Tours. Tujuannya adalah ke Mt.Sunday, sebuah bukit di dekat Mt.Potts Station yang dipergunakan untuk shooting istananya King Theoden of Rohan di film Lord of The Rings: The Two Towers. Apa specialnya dari tempat itu? Hmm… pemandangannya indah: bukit kecil dikelilingi oleh pegunungan yang kalo waktunya tepat diselimuti oleh sedikit salju di puncak-puncaknya. Dan satu lagi: anginnya yang gede banget. Tentang angin ini dibahas dengan cukup mendalam di Extra-nya LOTR Extended Edition DVD, karena Peter Jackson pernah kehilangan kacamata gara-gara tertiup angin di atas bukit itu. Aku melakukan booking untuk tour ini melalui bookme.co.nz, lumayan dapat diskon 50%.
Setelah foto-foto sebentar di depan hotel, tak lama mobil 4WD dengan kaca besar berhenti di depan hotel. Hmm… kayaknya itu mobilnya bikin sendiri deh. Supirnya keluar dan memperkenalkan diri sebagai Brent. Awalnya aku dengernya “Breen”. Aku pikir: Wow keren banget… tour guide Edoras Tour namanya kayak alien di Star Trek! Ternyata maksudnya BRENT.
Di dalam mobil sudah ada 2 orang mamak-mamak dari Australia. Sebenernya mereka bukan asli orang Australia sih, orang Amerika yang menikah dengan orang Australia dan sekarang tinggal di Australia. Karena aturan keimigrasian, setiap sekian tahun sekali mereka harus keluar dari Australia selama beberapa hari. Kali ini yang dipilih adalah ke Christchurch. Dan ketika tanya ke i-Site tour apa yang direkomendasikan, i-Site memberikan info tentang Edoras Tour itu. Jadi mereka bukan penggemar LOTR.
Di pengkolan selanjutnya (tepatnya di depan Canterbury Museum), kami berhenti dan menjemput dua penumpang lagi: pasangan lokal. Ceweknya, Kirsten, kerja di i-Site. Sepertinya dia dalam rangka semacam dinas. Karena dia kerja di i-Site yang tugasnya memberikan informasi wisata, dia harus tahu tentang tour-tour lokal yang ditawarkan di Christchurch. Supaya kalau ngasih info itu valid. Jadi bukan penggemar LOTR juga.
Dengan 6 peserta kami pun berangkat meninggalkan Christchurch. Sepanjang perjalanan Brent cerita tentang macem-macem. Bahkan ketika lewat jembatan terpanjang di NZ (kalau gak salah memotong sungai Rakaia), dia nanya: jembatan terpanjang di Indonesia berapa meter panjangnya? Yang terpikirkan sama aku hanya jembatan di tol Cipularang, sekitar 500-600 meteran. Trus Omla nanya: Emang Suramadu berapa panjang? Eh iya, ada Suramadu, tapi meneketehe berapa panjang, habis belum pernah lewat sih…  Tapi harusnya sih lebih panjang dari 1,9 km ya? 1,9 km = panjang jembatan Rakaia.
Setelah lewat jembatan, tak lama kami mampir di Salmon World. Waktunya sarapan pagi, kata Brent. Omla beli cappuccino, dan aku beli salmon sandwich. Tak lupa ke toilet. Setelah 20 menit, kami kembali jalan, kali ini menuju ke Mt Somers. Di kiri-kanan pemandangannya mulai padang rumput ber-sapi dan domba dengan background pegunungan.

Toilet di Mt. Somers dan mobil Hassle Free
Kami mampir lagi di Mt Somers, di camping groundnya tepatnya. Emang sengaja mampir untuk ke toilet, karena setelah itu susah menemukan toilet. Waktu turun dari mobil, anginnya mulai gede. Toiletnya sederhana, lantainya semen, tapi seperti toilet-toilet lain di NZ: Bersih.
Waktu kami naik mobil lagi, hujan mulai turun rintik-rintik. Brent melihat ke langit di atas daerah tujuan kami. Kemudian dia bilang bahwa habis ini kita bakalan kena hujan deras. Hmmm…. Kami melanjutkan perjalanan. Bener aja…. di jalan hujan lumayan lebat, ditambah mendung berkabut pula. Puncak-puncak pegunungan di sekeliling kami jadi kurang jelas.

Lake Clear Water
Kami sempat berhenti di tepi Lake Clear Water yang tepiannya penuh dengan holiday home, kalo kata Omla itu seperti nama daerah di Gunung Kidul: Banyu Meneng. Danau dengan tempat piknik gitu. Kalau cuacanya cerah pasti lebih bagus lagi pemandangannya buat foto-foto. Kalau dengan gerimis-gerimis gitu, yang ada malahan heboh takut lensa kamera kena hujan.
Dari tepi Lake Clear Water, kami melanjutkan perjalanan lagi (masih gerimis juga, malah sempat hujan deras). Jalanan sudah berubah jadi semacam sirtu. Bukan jalan aspal lagi. Sebelum sampai di tempat tujuan, kami berhenti di salah satu lookout point. Brent menunjukkan lokasi yang kami tuju. Di sana loohh… Tapi aku masih nggak ngeh juga, yang mana siihh? Soal ditunjukin tempat yang jauh-jauh gitu, aku suka agak lemot emang… hihihi…
Terus mobilnya jalan lagi, semakin mendekati. Waktu kami udah 1 level sama bukit Mt.Sunday, baru deh dari balik kabut kelihatan…. EDORAS!!! Brent mengemudikan mobil keluar dari jalan, kemudian berhenti di depan pagar yang tertutup. Setelah dia membuka pagar, mobil masuk untuk mendekati Mt.Sunday, terus kami berhenti di dekat kali dengan jembatan gantung kecil.  
Sambil mengamati ke arah bukit Edoras (aka Mt.Sunday), Brent menjelaskan adegan-adegan dalam film yang menggunakan lokasi tersebut. Dia juga menjelaskan bahwa selain Mt Sunday di dekat situ ada bukit yang jadi background untuk wide shot-nya Helm’s Deep.
Terus Brent tanya ke kami semua, mau naik ke bukit atau gak? Mamak-mamak OZ-USA semangat. Sementara aku malah tanya: Oh… Boleh ya? Setengah gak percaya gitu, boleh naik ke Edoras? Brent mengeluarkan perlengkapan: jas hujan dan celana waterproof buat yang gak siap dengan perlengkapan lenong. Kalo kami sih sudah siap.dengan perlengkapan lenong. Saatnya menguji ketangguhan celana quick dry!!
Selain perlengkapan lenong, Brent juga mengeluarkan beberapa Props: swords and axe. Pedang-nya kayaknya pedang Aragorn (tapi bukan yang Anduril, melainkan yang di Fellowship of the Ring, waktu dia masih Mere Ranger) sama 1 pedang yang aku gak kenal. Waktu aku tanya Brent, dia bilang itu pedangnya Theoden.

Tampang bahagia bawa pedang Aragorn yang bukan Anduril
Dengan sedikit kena gerimis, kami pun berjalan pelan-pelan menuju ke bukit Edoras. Omla sambil membawa pedang Aragorn, sepertinya senang sekali bisa bawa pedang itu. Di atas rumput kami menemui banyak telek sapi. Kalau kata Omla: telek of Rohan. Jadi itu bukan telek sembarangan.
Makin lama tracknya makin curam dan licin (karena basah), anginnya juga makin gede. Ugh… jadi inget Wayag. Ini kira-kira turunnya bakalan ngesot kayak di Wayag apa enggak ya?
Ketika akhirnya sampai di puncak bukit, gerimisnya sudah reda tapi anginnya masih juga besar. Gunung-gunung yang dekat mulai mengintip dari balik kabut. Bener-bener... Edoras... 360 derajat pemandangannya gunung, meskipun sebagian tertutup awan. Kalau Brent bilang, shooting adegan di Edoras itu dilakukan sekitar bulan Agustus-September (early Spring). Jadi gunungnya masih bersalju-salju, tapi cuacanya gak gegerimisan kayak late Autumn begini.
Ternyata puncak bukitnya itu gak sebesar yang aku bayangkan. Bayanganku Golden Hall itu gede banget. Sepertinya untuk mendirikan Golden Hall, mereka (kru film LOTR) mendirikan platform sedikit di bawah puncak bukit supaya bagian yang rata jadi lebih luas.

Anginnyaaa..... gede banget!!!


Di atas bukit kami foto-foto. Brent mengeluarkan bendera Rohan. Aku dengan senang hati foto megang bendera Rohan, sambil takut benderanya terbang ketiup angin. Setelah puas kena angin, gerimis, dan melihat pemandangan, kami pun turun bukit. Wow… ternyata aku gak perlu ngesot. Thanks to sepatu outdoor yang beli di bukalapak.com… terbukti maknyos… gak licin dan kaki gak kebasahan.

Sungai di dekat Mt.Sunday


Setelah tiba di mobil lagi, kami melanjutkan perjalanan kembali ke Christchurch. Hujan sedikit membesar. Brent agak-agak pecicilan mengendarai mobil. Mentang-mentang 4WD. Sungai dihajar dengan kecepatan tinggi. Airnya nyiprat sampe menyiram badan mobil.


Gara-gara pecicilan gitu, bener aja deh…. pas udah masuk jalan aspal lagi (dan pas lagi enak-enak nonton film), dia merasa ada yang salah dengan mobilnya. Terus tiba-tiba dia berhenti di pinggir jalan dan bilang kalo ada sesuatu yang patah di bagian bawah mobil, jadi kita gak bisa terus. Ups… terus?


Sementara menunggu Brent mencoba menghubungi kantornya dengan menggunakan radio (gak ada sinyal HP di situ, komplit sudah), dia membagikan bekal piknik kami: sandwich, champagne, dan orange juice. Khusus kami, sandwichnya ayam, yang lain ada yang ayam atau babi. Roti-nya enak banget, karena ada lelehan keju panggang di atasnya. Tapi ukurannya amit-amit gedenya. Potongan ayamnya juga banyak dan gede-gede. Udah susah ngabisin sandwichnya, Brent mengeluarkan lagi sejumlah “dessert”. Ada ANZAC Biscuit sama Coconut Bar (sebenernya sih aku gak tauk itu coconut bar apa bukan namanya, tapi berhubung tekstur dan rasanya kelapa banget, jadi aku kemudian menyebutnya sebagai coconut bar). Kami kebagian coconut bar yang rasa Pineapple Ginger. Berhubung udah kenyang banget, jadi coconut barnya kami simpan untuk lain waktu.


Brent berhasil menghubungi kantornya, meskipun putus-putus. Dia melaporkan tentang kerusakan mobil dan minta dikirimkan bantuan. Kami para peserta akhirnya saling mengobrol. Kirsten (sebagai praktisi pariwisata) nanya-nanya tentang rencana perjalananku. Dia cukup heran setelah tauk bahwa waktu kami sempit (cuman 11 hari) dan tempat yang mau dikunjungi cukup banyak. Dia tanya apakah aku mempersiapkan semuanya via internet, dan apakah gampang untuk menemukan info wisata. Kirsten, jangan khawatir… negaramu ini bisa dikatakan cukup user friendly. Gampang banget menemukan info di internet.

Mobil mogok


Setelah mati gaya, kami keluar dari mobil, melihat-lihat tanaman di pinggir jalan. Pemandangannya sebenarnya indah. Tapi berhubung gak jelas kapan bisa jalan lagi, ya bete aja. Kirsten dan partnernya mencoba mencari toilet di villa yang gak terlalu jauh dari tempat mobil berhenti. Tak lama mamak-mamak OZ juga ikutan. Ternyata mereka gak menemukan toilet yang bisa digunakan.


Gak berapa lama setelah mereka kembali ke mobil, akhirnya ada mobil lain lewat. Kelihatannya minibus untuk antar jemput sekolah. Brent menghentikan minibus tersebut. Dan kami pun menumpang sampai dengan Mt Somers. Lumayan, kalo di Mt Somers ada sinyal HP. Jadi Brent gak perlu teriak-teriak untuk berkomunikasi dengan kantornya.


Kami menunggu di bar yang terletak di sebrang tempat camping Mt Somers (yang tadi pagi dimampiri untuk ke toilet). Australians dan New Zealanders pada minum liquor. Aku dan Omla sih hot chocolate saja. Plus ngemil kripik kentang. Pemilik bar menyalakan perapiannya karena emang di luar agak dingin sih.

Bar di Mt.Somers


Tak lama Brent masuk ke bar tersebut, dan menyatakan ke pemilik bar bahwa minuman dan makanan yang kita beli itu dibayari oleh Hassle Free Tours. Kemudian dia memberitahu bahwa tak lama kita akan segera jalan lagi ke Methven pakai mobil sewaan. Kami pun segera kukut-kukut membawa kripik kentang yang belum habis dan segera menghabiskan minuman.


Sampai di Methven, kami diturunkan di depan Blue Pub. Kata Brent, itu pub tempat Chris Pine (aka Capt.Kirk) pesta sebelum tertangkap karena nyupir di bawah pengaruh alkohol bulan Maret lalu. Yang lain langsung masuk ke pub tersebut. Ha? Another drink? Ewww…. gak mau ah… masuk pub artinya makan atau minum lagi. Rasanya udah kenyang banget, plus kalo minum lagi kan gak mungkin air putih. Pasti pake rasa-rasa, yang artinya: gegulaan.

Blue Pub


Aku memutuskan untuk cari supermarket. Berhubung kita bakal terlambat sampai di Christchurch, aku harus ke supermarket sekarang untuk cari perbekalan. Kapan lagi? Besok pagi-pagi sudah jalan ke Franz Josef, terus aku khawatir di Franz Josef (kota yang jauh lebih kecil) gak ada supermarket yang buka sampai malam. Lagipula ada yang gak bawa cukuran jenggot dari Jakarta. Kalo dibiarkan tanpa cukuran jenggot, bisa gawat….  


Aku dan Omla berjalan menyusuri jalan utama Methven untuk cari supermarket. Ternyata gak ada, kebanyakan toko pakaian outdoor. Kayaknya kota tersebut memang kota wisata ski kalau musim dingin. Tapi ketika berjalan kembali ke arah Blue Pub, aku melihat ada supermarket agak masuk ke dalam. Wow… ternyata supermarket yang cukup lengkap. Kami beli sandwich spread rasa salmon dan udang, pita bread, baked bean kalengan, tuna kaleng, dan gak lupa: cukuran jenggot.


Kemudian cepat-cepat balik ke Blue Pub lagi. Kami duduk-duduk di taman kecil dekat Blue Pub. Sekitar 15 menit kemudian (tapi rasanya panjang banget), Brent memanggil kami. Rupanya mobil bantuan sudah datang. Aku pikir temannya bakal membawa mobil tersebut, kemudian kami sama-sama balik ke Christchurch. Ternyata temannya itu membawa truk tronton, di atasnya ada mobil 4WD yang modelnya lebih aneh dibandingkan mobil yang rusak itu.


Sambil menunggu Brent dan temannya menurunkan mobil tersebut dari tronton, kami menonton bintang di langit. Di tengah kota kecil seperti itu, bintangnya cukup jelas. Milky Way-nya kelihatan. Wow…


Proses penurunan mobil ternyata sangat simple dan singkat. Aku sampe terheran-heran, gara-gara terbiasa melihat proses naik turun alat berat dari tronton di Kasim yang selalu menghebohkan dan butuh banyak orang. Yang ini hanya dikerjakan oleh 2 orang, tanpa usaha keras pula. Another wow…


Setelah mobil diturunkan, Brent memanggil 4 penumpang lainnya. Mobilnya terdiri dari 2 kompartemen penumpang yang posisinya jauh lebih tinggi dari kompartemen supir. Aku, Omla, dan mamak-mamak OZ duduk di kompartemen depan. Kirsten dan partnernya duduk di kompartemen belakang.


Sepanjang jalan terkantuk-kantuk, dan sempet beneran tidur. Tapi masih sempet nonton bebintangan dari balik jendela mobil. Omla bilang pemandangan bintangnya beda dengan di Indonesia (iya harusnya sih).


Sekitar jam 8 malam kami akhirnya sampai di depan Thomas’ Hotel. Untungnya kami masih sangat kenyang, thanks to sandwich raksasa yang tadi siang. Jadi gak perlu cari makan lagi. Sampai di kamar, kami langsung mandi, beres-beres koper, kemudian tidur.

Hari yang… um… apa ya? Campur-campur deh… Senang sudah pasti, capek juga udah pasti, terus “harusnya” sebel (karena mobilnya rusak, karena kedinginan, karena kena hujan)... tapi anehnya aku gak merasa sebel. Mobil rusak, kehujanan, dan kedinginan sepertinya emang jadi bagian dari pengalaman baru… yang harus dinikmati aja. Lagipula selama kesulitan mobil tadi, guide kita: Brent, tetep cool dan gak keliatan panik. Trus dia memperlakukan kami sebagai konsumen (yang mana konsumen adalah raja). Semuanya ditanggung oleh Hassle Free. Sayangnya kami sebagai orang Indonesia berperut minimalis tidak dapat mempergunakan status raja tadi dengan sebaik-baiknya. Hehehe….

No comments: