Friday, August 28, 2015

Middle Earth Trip: Day 12

Ini hari terakhir dari Middle Earth Trip kami.

Ayam New Zealand mestinya belum berkokok waktu kami turun ke lobby untuk cek out dan menunggu bus shuttle kuning yang katanya lewat tiap 1/2 jam sekali.

Mas-mas di lobby bilang bahwa pagi ini busnya lagi ada masalah jadi dia menyarankan untuk naik taksi aja terus aku tinggal kasihkan NZD 10 (2 × NZD 5) yang tadinya buat naik bus ke supir taksinya. Si mas-mas terus nelponin taksi.

Datanglah taksi dengan supir bapak-bapak berambut panjang. Kami segera memasukkan koper ke bagasi, terus berangkat dah kita. Perjalanannya ya cuma 5 menit, cuma 1.2 km. Kemarin sore juga jalan kaki sih... Cuman kalo sebelum subuh mesti jalan kaki sambil kedinginan, kok ya gimana gitu….

Si bapak taksi tanya emang pesawat kami jam berapa? Waktu aku bilang jam 6 dia heran kok jam segini (4.30) udah berangkat, pasti kami gak bisa tidur ya?

Haha... yaahh waktu nginep di airport hotelnya soetta yang tinggal ngesot aja jam 4 udah siap di depan loket untuk pesawat jam 5. Apalagi yg agak lebih jauh gini.

Si bapak kayak bingung gitu dikasih NZD 10. Entah kebanyakan atau kedikitan deh.

Bener aja kan. Sampai di loket check in, antrean udah panjang. Lagi-lagi untung udah web check in. Jadi tinggal nyetor koper aja. Banyak di antara para pengantre itu mahasiswa dari Indonesia, kayaknya abis ikut lomba robot.

Antrinya panjang ajaa... 
Setelah itu kami ke lantai atas. Aku belanja di Relay beli kaos kaki buat genk ibu-ibu BPS TI, Omla ke toilet.

Selesai urusan masing-masing, kami makan pagi dulu. Omla beli capucino dan beef black pepper pie, sedangkan aku beli apple pie-nya McD. Satu lagi sebelum balik ke Indonesia! Hidup apple pie!

Apple pie satu lagi sebelum balik ke Jakarta!
Kata Omla black pepper pienya gak seenak yg beli di Queenstown. Ihiy padahal yg di Queenstown itu udah diskonan (pasti di minimarketnya juga udah stok lama), sempet nginep beberapa hari pula. Beli hari Selasa, baru dimakan Jumat. Setelah keluar dari microwave aku endus-endus dulu untuk memastikan gak ada bau yg mencurigakan.

Cappuccino dan Black Pepper Beef Pie
Habis makan terus masuk imigrasi, terus Omla setoran pagi dulu. Aku nunggu di tengah-tengah deretan duty free shop sambil nonton permainan lighting di langit-langit terminal.

Duty Free Area
Setelah Omla kelar, kami masuk ke ruang tunggu. Sepertinya pesawatnya penuh, meskipun mahasiswa-mahasiswa Indonesia serombongan itu ternyata gak sepesawat sama kami. Mereka pakai pesawat yang lebih siang, mungkin karena gak pengen berkeliaran dulu di Sydney.

Gak lama, dipanggil untuk boarding. Terus pesawat pun mulai bergerak. Nah... harapanku adalah meskipun gak sempat naik Air NZ (untuk menekan budget), aku pengen ngeliat salah satu pesawat mereka yg seri The Hobbit. Ternyata pas lagi taxi, keliatan deh tu wajahnya Bilbo di salah satu pesawat yg lagi diparkir. Tentu saja langsung norak, sayang gak bisa moto dengan baik karena pesawatnya lumayan ngebut.

Pesawat kami takeoff, terus seperti biasa dibagikan makanan. Kali ini menunya sarapan. Aku pilih omelette sedangkan Omla pilih cereal. Dua-duanya enak.

Penerbangan selama 3 jam, kami sampai di Sydney sekitar jam 8 waktu setempat. Dengan proses keluar dari pesawat dan imigrasi, kami keluar dari airport jam 9. Si mas-mas yg di imigrasi bingung kami udah pegang boarding pass kok malah keluar. Setelah dijelasin mau jalan-jalan ke kota, baru dia ngeh trus komen ya ya kalian punya 5 jam, cukup banyak waktu untuk ke kota, pastikan aja baliknya gak telat.

Di bea cukai ada guguk juga, tapi bukan beagle pengendus makanan. Entahlah yang ini tugasnya apa.

Keluar dari bea cukai, kami langsung menuju stasiun kereta. Beli tiket pp ke downtown. AUD 68 buat berdua. Agak mahal sih emang, tapi ya kalau gak naik kereta takutnya gak terkejar waktunya.

1/2 jam kemudian kami sampai di Circular Quay dan langsung disuguhi pemandangan Opera House. Ini ketiga kalinya aku ke Sydney, tapi ternyata setiap ngeliat si Opera House itu tetep merasa terharu.

Harbor Bridge
Cuaca hari itu berawan dengan suhu yg nyaman. Katanya sekitar 24 derajat Celcius. Jadi aku bisa berkeliaran tanpa jaket.

Kami berfoto dan jalan-jalan mengelilingi Opera House. Sempat duduk-duduk di kursi yg menghadap ke teluk. Kemudian melanjutkan dengan jalan kaki di George St.

Sydney Opera House
Ada 1 pengalaman yg berbeda dari terakhir kali ke Sydney. Begitu masuk ke George St., kali ini langsung merasa di situ bau asep polusi. Trus suasana di Sydney jadi terasa kurang bersahabat. Mungkin Sydney-nya sih tidak berubah, tapi karena beberapa hari sebelumnya kami berada di NZ, yg daerah kampung pula, jadi langsung terasa perbedaan udara di Sydney dengan di NZ. Yaaa biar kata Sydney lebih bersih dari Jakarta, tetep aja kerasa polusi kalo dibandingkan sama NZ.

Salah satu sudut George St.
Kami jalan kaki sampai di depan Queen Victoria Building. Terus masuk ke mallnya untuk melihat-lihat bangunan jadul tersebut, dan dilanjutkan turun ke stasiun kereta City Hall. Dari City Hall kami naik kereta yang ke Airport lagi.

Queen Victoria Building
Sampai di airport pas jam makan. Pengen makan steak, tapi takut lama, padahal kami harus lewat ke Imigrasi lagi. Bener aja kan, ternyata aku nunggu lumayan lama di Imigrasi. Gak tahu deh, Omla kayaknya ada aja barang yang lupa untuk dikeluarin dari kantong sebelum lewat metal detector. Jadinya diminta untuk masuk ke scanner yang gede itu.

Selepas Imigrasi kami mampir ke Santos buat beli minum dan burghul salad. Lumayan buat ganjel sampe dapat makanan di pesawat nanti. Heheheh….

Sydney Airport Food Court after Burghul Salad
Selesai makan, kami pindah ke ruang tunggu. Aku ke toilet dulu, mau lepas legging dalaman, daripada ntar sampe di Jakarta dalam keadaan sumuk. Pas aku selesai dari toilet, liat antrean… lho ini pesawat apa? kok antreannya panjang bangeeett…? Emang udah dipanggil?

Setelah cek dan ricek, ternyata itu antrean penumpang pesawat ke Sao Paulo. Yang Jakarta belum disuruh ngantri. Gak lama setelah aku balik ke kursi, baru deh Jakarta dipanggil untuk boarding. Ngantre lah kami…. ternyata panjang juga.

Sambil ngantre aku sambil melirik-lirik ke vending machine. Sebenarnya aku masih lapar, siapa tahu ada keripik kentang yang bisa dibeli. Hahahaha…. tapi untungnya sampe masuk ke pesawat aku berhasil menahan diri untuk gak beli….

Kami dapat duduk di dekat jendela. Di depanku ada bule yang dengan seenaknya ngelempar bantalnya ke bawah kursi dia. Lhaaa…. kumaha sih mas? di bawah kursi elo tuh tempat kaki guee? Belakangan pas aku ngatur kaki sedemikian rupa, gak sengaja nendang sandaran kursi dia. Dianya marah, ya seperti biasa aku gak mau kalah. Well, you put your pillow in my legroom!

Apa yang aku suka dari bagian trip yang ini? Tentu saja makanannya…. Pucuk dicinta ulam tiba. Waktu pembagian makanan, ternyata semuanya dapat roti ciabatta yang persis sama dengan 7 tahun lalu. Arrggghhh itu rotinya enak bangeeeettt…. aku sampe makan punya Omla juga.

Side dishnya mantaaappp....
Selain rotinya, ternyata saladnya juga enak. Kali ini salad daun rocket dengan balsamic vinaigrette, pake potongan keju parmesan. Aku juga makan salad jatahnya Omla. Terus habis itu dibagikan es krim batangan rasa coconut dan pineapple. Arrrggghhh…. ini juga enak…

Dessertnya pun juara
Kami tiba di Jakarta jam 6 sore. Setelah lewat imigrasi, ambil koper, lewat bea cukai, aku langsung antre di counter Golden Bird. Untungnya sudah titip ke Horsi 1 via email untuk dipesankan 1 Avanza. Jadi biarpun antriannya panjang, kami tenang aja.

Haaaa… welcome to Jakarta. Akhirnya Middle Earth Trip kami secara resmi berakhir, tapi kenangannya akan terus ada. Pastinya gak kapok untuk ke NZ lagi, Milford Sound masih menunggu kami…. Kia Ora!

Middle Earth Trip: Day 11

Hari ini diawali dengan sarapan nasi dan sarden yg dibeli di Pak n Save kemarin malam. Karena semalam gak nemu alat makan di dapur, jadi aku mengkaryakan sendok plastik dan container kelas dunia yg dibawa dari jakarta.

Rice meal pertama di NZ
Setelah loading barang2 ke mobil dan mencemplungkan kunci kamar di kotak kunci yang semalam ditunjukksn oleh tante2 front office, jam 8 kami berangkat menuju Waitomo.


Sempat terjadi perdebatan di awal perjalanan. Omla pengen lewat jalan sesuai yg dilihat via map di HP. Sementara GPS mobil menunjukkan jalan lain yg lebih kecil tapi lebih dekat. Akhirnya kami lewat jalan kecil sesuai GPS mobil.


Jalannya lebih rural dibandingkan jalan menuju Hobbiton, tapi surprisingly halus terus, gak nemu grenjul-grenjul.


Waitomo Cave Lobby
Jam 9 kurang sampai di Waitomo Cave, beli tiket, terus gak lama ikut tur yg jam 9. Harapannya pas rombongan besar-besar datang jam 10, kami sudah selesai tour.


Kami dipandu oleh guide Maori yg bercerita tentang sejarah ditemukannya jaringan gua di daerah Waitomo. (Tambah crita ttg sejarah)


Kami diajak masuk ke dalam gua, mengunjungi beberapa lokasi di dalam gua, kemudian guide kita bercerita tentang glow worm atau yg nama latinnya Arachnocampa luminosa. Setelah itu kami diminta untuk naik perahu.


Aku bertanya-tanya, gimana dalam kegelapan itu si guide bisa mengemudikan perahu. Ternyata sudah disediakan tali yg menghubungkan dermaga, sudut-sudut yg akan dikunjungi dan mulut gua.


Ternyata glow worm itu kadang terlihat seperti bintang (titik-titik cahaya di langit-langit gua), kadang terlihat seperti tirai cahaya di diskotik (panjang-panjang halus menggantung di langit-langit). Sudah pasti gak boleh ambil foto, konon si glow worm ini sensitif terhadap cahaya.

Baru turun dari perahu
Perjalanan naik perahu kami (yg sebenarnya gak terlalu lama) berakhir di mulut gua. Kami turun di dermaga kemudian naik tangga ke area lobby.

Mulut gua + dermaga
Omla ngajak mampir di cafe dulu buat ngopi. Sementara aku ke souvenir shop dulu buat beli kaos kaki wool campur serat bulu possum buat oleh-oleh Bapak. Merknya dong: Lothlorien. Kayak tempatnya Galadriel.


Waitomo Cave Cafe
Habis ngafe, kami melanjutkan perjalanan ke Auckland. Kali ini milih lewat jalan SH3 yang lebih lebar dan (relatif) ramai kalau dibandingkan jalan dari Hamilton yang tadi pagi.


Di jalan kami menghabiskan sisa buah dan biskuit. Jadi bisa tahan sampai Auckland meskipun ETA-nya sudah lewat jam makan siang.


Sedikit demi sedikit kami meninggalkan daerah perbukitan dan rerumputan Waikato. Sekitar jam 1 lebih kami sampai di daerah metropolitan Auckland. Langsung menuju ke hotel Ibis Budget dekat airport untuk cek in dan menaruh barang-barang. Sempet bingung cari parkir di Ibis, akhirnya memutuskan untuk parkir paralel di pinggir jalan sebrangnya. Tentu saja itu diputuskan setelah liat ada orang lain yang parkir di sejajarannya.

Mobil pinky terlihat dari atas Ibis Budget
Pas udah geret-geret koper ke hotel, ternyata tempat parkirnya luas! Tapi pintu masuknya emang baru keliatan setelah lewat tempat parkir kami itu.


Setelah cek in dan pipis sejenak, kami melanjutkan perjalanan ke tengah kota Auckland untuk mengembalikan mobil di Apex Rental yang di Beach Rd.


Emang sengaja sih pilih cabangnya Apex yg di tengah kota, maksudnya supaya sempat masuk ke dalam kota Auckland.


Ternyata mengikuti petunjuk GPS di tengah kota metropolitan sedikit tricky, mungkin karena jalannya bercabang-cabang ya. Padahal itu baru Auckland, kalau Jakarta mungkin orang asing lebih pusing lagi.


Jadi sempet nyasar dong karena telat pindah jalur untuk keluar dari highway. Untung GPS-nya gak lemot untuk rerouting. Untung juga hari itu hari Minggu, jadi agak kosong. Sedikit mengambil jalan muter gak terlalu bikin jadi lama.


Setelah melintas di dekat Auckland Tower, pelabuhan, kami akhirnya tiba di pom bensin Z di Beach Rd.


Isi bensin dulu sampe full (kali ini dibantu sama operator profesional kayak di Jakarta), terus tanpa masuk ke jalan besar kami langsung nggelinding ke kantornya Apex yg berada persis di samping pom bensin itu.

Apex Rental Auckland City
Prosedur pengembalian sangat simple. Berhubung kami ambil full insurance jadi si mbaknya cuma terima kunci sama gps aja terus bilang terima kasih. Gak pake ngecek mobilnya dulu.


Jadi merasa saltum
Setelah itu kami jalan kaki ke mall terdekat untuk cari makan. Kami masuk ke Downtown Shopping Centre terus langsung ke food court. Omla pilih makan nasi rendang di kios melayu, sedangkan aku makan roti pita, falafel dan hummus di kios mediterania.

Rendang rasa Bukan Rendang
Seperti yg aku duga, rendangnya Omla rasanya super aneh. Haha... yaaa masa' ngarep rasanya kayak rendang Pasar Gadang.
Setelah itu liat pernak-pernik oleh-oleh. Terus jalan ke terminal bus bandara.


Sampai di terminal bus bandara, kami melihat ada bus berhenti, tapi kayak ga ada peminatnya gitu. Akhirnya tanya ke supirnya. Ternyata itu emang bus bandara.


Rupanya bus itu emang baru datang. Setelah kami naik, banyak penumpang lain yg berdatangan. Jam 5, pas langit mulai gelap, busnya berangkat.


Kami melewati jalan utamanya kota Auckland. Mirip dengan George St.-nya Sydney. Suasananya juga sama.


Terus lewat jalan yg lebih sepi, masuk highway, dan gak sampai 1 jam kemudian sampai di bandara. Kami turun di terminal domestik terus jalan kaki ke Ibis Budget, melewati deretan tempat parkir. Lumayan juga..... 1,2 km yg rasanya panjang banget karena dingin.


Akhirnya sampai di hotel, terus mandi-mandi, merapikan barang bawaan, terus tidur. Besok sebelum subuh udah harus cabs ke bandara.

Middle Earth Trip: Day 10

Hari ini diawali dengan sarapan sup instan dan sisa french fries dari KFC kemarin. Setelah itu langsung check out dan meletakkan barang di mobil. Tapi kami gak langsung memulai perjalanan.




Setelah mengatur barang di mobil, kami jalan kaki dulu ke pinggir danau. Foto-foto dulu dong. Selain pemandangan danau, ada obyek unik lainnya yang menarik untuk difoto: pesawat yang parkir di tengah danau dan "Odille" alias angsa hitam yang lagi leyeh2 di danau.
Good morning, Rotorua!
Di taman pinggir danau ada pasar kaget. Mungkin karena hari itu adalah hari sabtu ya. Jadi banyak pedagang bermobil yang menggelar dagangannya. Ada tanaman, pajangan, pernak-pernik, buku bekas, macem-macem deh.

Pasar kaget
Kurang lebih jam 8, barulah kami mulai perjalanan hari ini. Pemberhentian pertama adalah SPBU Mobil Oil. Taaarraaa…. mari kita beli bensin, self-service. Hahaha… Agak gaptek sih, maklum orang Indonesia, biasa dilayanin kalo di SPBU. Untung mas-mas kasir yang mengawasi dari dalam baik dan sigap membantu kami setting dispenser. Beli NZD65 saja… atau ekivalen dengan 30 liter. Loh ternyata langsung full tuh tangki bensinnya? Lupa kalo lagi naik mobil kecil, jadi tangkinya juga lebih kecil (dibanding mobilnya sendiri).

Setelah bensin full, kami jalan lagi ke Te Puia.Te Puia terletak di pinggir kota Rotorua, tepatnya di Te Whakarewarewa Valley, yg jaraknya sekitar .....4 km saja dari hotel Ibis. Jadi jam 1/2 9 kami sudah tiba di sana. Atraksinya adalah sumber panas bumi, hot geyser, dan pusat kebudayaan Maori. Ada pusat konservasi Kiwi juga. Kita bisa lihat burung Kiwi, gelap-gelapan tentunya....

Kami langsung beli tiket, tapi gak langsung masuk, karena guided tour pertama baru mulai jam 9. Jadi liat-liat toko souvenir dulu. Di Rotorua ini, souvenir utamanya adalah produk spa yang terbuat dari lumpur.

Setelah bosen liat souvenir (gak beli juga sih), kami masuk ke Te Puia, sambil menunggu guided tour sekalian cari toilet.  Omla agak kedinginan gitu, karena kebetulan tempat nunggu guide-nya tertutup bayangan gedung, gak kena sinar matahari langsung. Waktu kami menunggu, masuklah sepasang suami-istri. Istrinya berjilbab dengan wajah orang Melayu. Ternyata dari Malaysia. Mereka road trip dari Auckland ke arah Wellington, kebalikan dari kami.

Jam 9, guide Maori kami siap di tempat berkumpul guided tour. Ternyata pesertanya untuk yang jam 9 ini hanya kami berempat. Guide-nya menjelaskan secara singkat tentang Te Puia yang punya nama asli: Te Whakarewarewatangaoteopetauaawahiao (yang artinya: The gathering place for the war parties of Wahiao). Panjang banget namanya…

Carving School
Pemberhentian pertama adalah di sekolah seni dan kerajinan Maori, terdiri dari kelas Carving dan kelas Weaving. Untuk bisa masuk ke kelas Ukir syaratnya harus laki-laki, Maori, dan lulus seleksi. Programnya seperti kuliah biasa: 3-4 tahun. Sedangkan untuk kelas Anyam terdiri dari program 3-4 tahun (yang seperti kuliah) dan beberapa kursus singkat. Kursus Anyam terbuka untuk semua jenis kelamin dan tidak harus keturunan Maori.

Weaving School
Dari sekolah seni, kami dibawa ke contoh kampung Maori tradisional, bentuknya mengingatkan aku pada kompleks perkemahan yang aku buat jaman SMP dulu. Setelah itu kami diajak melihat burung Kiwi. Tempatnya agak gelap gitu deh, karena Kiwi ini adalah hewan nocturnal. Jadi yang namanya moto-moto udah pasti terlarang. Berhasil menemukan Kiwi-nya dalam kandang kaca yang gelap itu aja udah alhamdulillah. Kiwi ini binatang yang setia sama pasangannya, sekalinya udah berhubungan sama pasangannya, maka mereka akan menghabiskan hidupnya dengan pasangannya itu. How sweet…

Mirip Kamojang ya?
Dari kandang Kiwi, kami dibawa ke atraksi utama: kawah-kawah geothermal dan geyser. Sebagian mirip dengan yang di Kamojang, tapi yang geyser menyemprot secara periodik itu belum pernah lihat sih. Pastinya bagus buat foto-foto, kalo aja gak tiba-tiba BRUL! datanglah serombongan turis Korea dan mereka menguasai posisi-posisi foto yang bagus.

Setelah puas foto-foto, kami kembali ke pintu masuk dengan mengambil jalan memutar. Kami sempat melewati kawah yang biasa dipakai untuk merebus makanan. Kalau mau ambil paket yang pake snack/makan juga bisa, tapi waktunya gak cukup kalo buat kami. Karena dari situ masih mau ke tempat domba trus ke Hobbiton.

Waktu kami sampai di dekat pintu keluar/masuk, di hall besar atraksi tari-tarian baru saja akan dimulai. Oiya, bisa juga ambil paket yang pake nonton tarian, tapi ya itu…. waktunya gak cukup.

Dari Te Puia, kami menuju ke Agrodome, dengan harapan bisa mengejar pertunjukan Farm Show yang mulai jam 11. Ternyata meskipun udah dipandu sama GPS, mencari Agrodome itu sedikit tricky, mungkin karena tanda jalannya kurang jelas. Wow! Ada juga di negara maju gitu yang rambu petunjuk arahnya kurang jelas (apa kitanya aja yang agak lemot ya? hihihi).

Pintu masuk Agrodome
Untungnya kami segera menemukan patung domba yang eye-catching itu. Kemudian masuk ke kompleks Agrodome yang jalan-masuknya-kecil-tapi-untungnya-tempat-parkirnya-luas itu. Masih cukup banyak waktu sebelum Farm Show dimulai. Kami sempat ngambil foto kuda poni yang lagi merumput di deket tempat parkir.  

Setelah beli tiket, kami langsung masuk ke tempat show-nya. Kami termasuk orang pertama yang masuk, sebelum tak lama kemudian (lagi-lagi) BRUL! kali ini serombongan turis India masuk dan memenuhi barisan terdepan. India ataupun Korea sih sama aja kalo buat aku, yang bikin agak annoying adalah karena mereka rombongan besar dan ribut sendiri.

Waiting for showtime
Acara show pun dimulai. Intinya adalah memperkenalkan beberapa jenis domba penghasil wool yang ada di New Zealand. Kemudian ada atraksi anjing gembala, cukur bulu domba, perah susu sapi (sapinya beneran dinaikkan ke panggung, lengkap dengan ember untuk menampung eeknya), dan menyusui anak-anak domba. Meskipun udah pernah nonton acara sejenis 19 tahun yang lalu (ternyata dah lama bangeet), tapi acaranya tetep menarik buat aku sih. Mungkin karena hal tersebut bukanlah hal yang sehari-hari kami temui ya.

Showtime!!
Selesai acara, kami boleh berfoto dengan domba, anak domba, dan anjing gembala. Sama sapi juga boleh, kalo berani.  Habis foto-foto, kami belanja di souvenir shop. Hmm… kalo mau belanja souvenir, sebaiknya di Queenstown aja. Pilihan lebih beragam, dan harga lebih bersahabat. Omla sempet pengen beli keset bulu domba. Emang halus, putih, dan hangat sih. Kalo cuacanya seperti itu terus sih oke aja. Nah kalo udah sampe Jakarta gimana? Kayaknya bakalan gak terpakai dan gak terurus tuh….

Leyeh-leyeh selepas tampil
Selain kaos-kaos dan boneka buat Slamet, kami beli benang wool dan buku tentang sejarah peternakan domba di NZ. Setelah itu lihat-lihat mini museum sebentar, ngambil foto Alpaca, sodaranya Llama yang diambil bulunya seperti domba, terus kami melanjutkan perjalanan.

Mini museum di Agrodome
Next destination adalah Hobbiton! Haa!! ini atraksi Lord of The Rings yang paling happening. Konon orang yang gak seneng LOTR pun bela-belain ke sana buat pamer poto di social media. Perjalanan menuju ke Hobbiton cukup menyenangkan. Sempet lewat “terowongan pohon” yang lumayan panjang, lengkap dengan daun-daunnya yang berguguran. Kalo di South Island kemarin Autumn rasa Winter, di Waikato ini suasananya Autumn rasa Autumn.

Ternyata Hobbiton itu jalannya agak ribet, meskipun petunjuk jalannya lumayan jelas. Belok-beloknya banyak. Kalau gak pake GPS mungkin gak akan secepat itu menemukan tempatnya.

Sampai di Hobbiton, ternyata Shire's Rest (tempat beli tiket) penuuuhh aja gitu…. Aku langsung antre tiket sementara Omla cari parkir. Tour berangkat 15-30 menit sekali! Padahal waktu itu bukan peak season loh. Kami kebagian jam 14.15. Nunggunya gak terlalu lama sih. Sambil nunggu sempet lihat-lihat merchandise.

Satu batch terdiri dari kurang lebih 40 orang (1 bis). Kami dipandu oleh guide bernama William (like a troll name!) yang berseragam kotak2 pink.
Kami dibawa melewati bukit-bukit berumput yg penuh dengan domba. Sampe akhirnya tiba di lokasi Hobbiton. Kami melewati lorong yg pernah dilewati Bilbo dan Gandalf, kemudian Jreng! tibalah kami di Hobbiton yg kondang itu.

Bag End
William membawa kami melewati desa Hobbiton sambil bercerita tentang sejarah pembangunan tempat itu; bagaimana Peter Jackson memilih tempat itu karena ada pohon yg akhirnya jadi Party Tree di tengahnya, bagaimana tempat itu dibangun dua kali dengan material yg berbeda untuk LOTR dan The Hobbit.

Party Tree
Kami dibawa melihat random hobbit houses, Bag End, Samwise's house, party tree, dan berakhir di Green Dragon.

Di Green Dragon kami bisa menukarkan tiket kami dengan minuman, tapi kami malah sibuk foto-foto di sekitaran Green Dragon. Kolamnya cantik banget buat difoto. Airnya jernih dan memantulkan pohon-pohon di sekitarnya.

The Green Dragon
Btw, dari seluruh perjalanan, baru di Hobbiton ini bener-bener ketemu orang Indonesia di NZ. Sebelumnya di Queenstown sempat berpapasan dengan orang yg bahasanya mirip Indonesia.

Gandalf's Bridge
Setelah cukup waktu untuk minum dan jajan, William mengumpulkan rombongan kami, kemudian rame-rame jalan kaki ke tempat penjemputan bis. Terus naik bis dan kembali ke Shire's Rest.

Sampe di Shire's Rest kami beli maksi dulu. Omla sandwich sedangkan aku vegetable quiche. Ternyata gak bisa dine in lagi karena sebentar lagi sudah mau tutup.

Veggie Quiche yang (ternyata) enak
Karena quiche-nya panas banget sedangkan kami masih harus jalan ke Hamilton, jadi aku makan quiche-nya sambil jalan.

Sampai di kota Hamilton sudah gelap. Kami agak kesulitan menemukan YHA Microtel karena alamatnya gak ada di GPS. Kyknya hostel itu baru ganti nama deh. Setelah sedikit kelewat dan terpaksa muter, kami nemu juga hostel itu.

Bingung ngatur parkir. Tempat parkir yg gampang udah terpakai semua. Adanya yg manuvernya susah. Sementara Omla parkir, aku check in. Ternyata kita tamu terakhir yang check in hari itu.

Kami dapat kamar nomor 2. Setelah taroh barang dan istirahat sebentar, kami jalan kaki untuk cari makan. Ternyata gak jauh dari hostel ada KFC. Udah pasti Omla langsung pengen KFC.

Karena ini KFC ketiga yang kami masuki di NZ, jadi udah makin hafal paket menunya. Kali ini pesen 1 paket yg ayamnya 3 + tambahan 1 gelas soft drink. Mbak-mbak kasirnya sampe gak percaya gitu: yakin segitu cukup? Aku bilang aja: kalo gak cukup nanti kami pesen lagi!

Selesai makan kami ke Pak 'n Save. Kayak carrefour gitu deh. Belanja buat sarapan besok dan oleh-oleh. Kami liat ikan yg kayak KUDA! terus beli cokelat Whittaker, permen, dan madu Arataki buat oleh-oleh plus susu, nasi instan, dan sarden buat sarapan besok pagi. Dari kemaren-kemaren baru sekarang nemu susu kemasan UHT (kayak Ultra gitu). Di Pak 'n Save plastik kudu beli seharga 10 sen per biji. Bisa beli di dalam toko.

Dari Pak 'n Save trus jalan ke hotel, nyari alat makan sebentar di pantry buat sarapan besok (dan gak nemu), mandi, terus tidur.

Thursday, August 27, 2015

Middle Earth Trip: Day 9


Pagi ini dimulai dengan sarapan di dapurnya Nomads, menunya pie diskonan yang aku beli di Queenstown, sedikit biskuit table water yang beli di Franz Josef, dan teh hangat. Ternyata pie sapi lada hitam yg diskonan itu enak. Sayangnya cuma beli 1 (meskipun ukurannya XL) jadi mesti makan berdua.

Selesai makan dan menyelesaikan urusan setoran pagi, kami check out dengan menyerahkan kunci dan sarung bantal di resepsionis. Jam 08.30 kami geret-geret koper ke kantornya Apex Rental yang kata Google Maps hanya 600 meter dari Nomads.

Ternyata kantornya mudah ditemukan. Waktu kami masuk ke lapangan parkir depan yang mungil, aku mencoba cari mobil Yaris. Ada, tapi warna pink gonjreng. Eh masa' sih mobil pesenan kami yang pinky itu?

Aku segera masuk ke kantornya. Kami orang terakhir yang ambil pesanan mobil pagi itu. Hehe, emang dah telat 1 jam dari rencana semula sih.

Aku segera menyelesaikan urusan administrasi. Karena kami ambil full coverage insurance jadi gak pakai acara inspeksi body mobil. Ternyata emang mobil pesanan kami yang warna pink gonjreng tadi. Derajat kegonjrengannya mengingatkan aku sama ijo gonjreng bolu Majestyk aka Mama Dino.

Selesai urusan admin dan penjelasan tentang prosedur keadaan darurat (misal mesti ganti ban karena mobilnya gak dilengkapi ban serep untuk menghemat space), kami segera menuju ke mobil. Ngecheck mesin sebentar, terus berusaha memasukkan 2 koper kami ke bagasi. Ternyata dengan ukuran koper yang gak terlalu besar pun perlu trik khusus biar bisa muat. Ini dia alasannya kenapa aku gak memilih mobil hatchback buat sehari-hari.

State Highway 1
Setelah manasin mobil dan install GPS di dashboard, sedikit membiasakan diri dengan GPS, kami bergerak menuju State Highway 1.

Hari ini kami menyusuri SH1 dari Wellington sampai Taupo kemudian pindah ke SH5 (Thermal Explorer Highway) sampai ke Rotorua.

Di North Island masih Autumn
Berbeda dengan di South Island yang dapat Winter lebih cepat, cuaca di North Island masih benar-benar Autumn. Beberapa jenis pohon sudah menguning daunnya meskipun ada juga yang masih hijau (mungkin itu emang spesies yang gak pake menguning tapi tau-tau rontok aja).

Sebagian besar SH1 terdiri dari 2 jalur seperti ini
Waktu baru masuk SH1 di Wellington, jalannya seperti jalan tol di Indonesia, terdiri dari 6-8 jalur. Tapi itu hanya sekian puluh km pertama. Setelah itu jadi 2 jalur saja, hanya di beberapa titik saja jadi 3-4 jalur yang emang disediakan untuk menyusul/take over.

Di Otaki kami berhenti di Supermarket New World. Tadinya berharap ada toilet di supermarket, ternyata enggak ada. Kami beli cemilan anti ngantuk berupa dark chocolate Whittaker rasa mint, kacang mete, dan buah anggur.

Tempat khusus buat anjing
Setelah kecewa gak nemu toilet, kami jalan lagi dan baru berhenti di sebuah taman di Levin untuk ke toilet plus meluruskan kaki. Toilet di taman yg sepi gitu aja bersih dan ada air hangatnya. Yang menarik dari taman tersebut: adanya larangan untuk membawa anjing masuk ke taman. Ketika aku pikir: wah kesian banget anjingnya, aku melihat tulisan lain: tempat bermain KHUSUS buat anjing!

Ini mobil pinky-nya!
Setelah foto dengan mobil sewaan pinky, kami melanjutkan perjalanan. Di Bulls kami berbelok ke kanan menuju jalan yg lewat Tongariro National Park dan Lake Taupo.

Rest Area dekat Mahokine Viaduct
Pemberhentian selanjutnya adalah di dekat Makohine Viaduct untuk meluruskan kaki dan ngemil. Sayangnya tidak seperti tempat istirahat di tol Indonesia, ga ada WC di situ. Kalau mau yang ada toiletnya harus singgah di taman atau bumi perkemahan.

Selain padang rumput, ketemu pemandangan bebatuan seperti ini juga
Di etape Wellington-Taupo ini, yang paling memorable adalah waktu menjelang Desert Road. Suasananya berubah jadi Mordor banget. Mungkin karena jenis tanaman dan ciri geologisnya. Kebetulan pas lagi mendung juga. Jadi sesuai dengan cuaca yang ada di film: suram. Aku langsung nyari tanda jalan untuk mengkonfirmasi posisi kami. Gak lama kami melewati papan nama Desert Road, disusul dengan papan nama Tongariro National Park dan tanda daerah milik militer. Persis seperti info yang aku dapat dari DVD. Ternyata emang beneran lagi melintas di Mordor! Sayangnya karena mendung gunung Ngauruhoe (aka Mt.Doom) tertutup awan, jadi gak terlihat.

Menjelang Desert Road
Desert Road kata GPS
Setelah melewati Mordor kami mulai bingung mau maksi dimana. Sempet berhenti sebentar di taman di Turangi untuk istirahat lagi. Mikir2 mau makan di cafe dekat situ, tapi akhirnya memutuskan untuk lanjut ke Taupo. Kami belum lapar banget, karena sepanjang jalan ngunyah terus. Kalo gak cokelat Whittaker, anggur, atau water table biscuit.

Suasana Kemordoran
Kurang lebih jam 3 sore kami sampai di Taupo. Kalau gak mau mampir makan, sebenarnya gak perlu masuk kota. Menjelang kota Taupo, masih belum menentukan mau makan apa. Omla cuman bolak-balik bilang pengen makan ayam.

KFC!!
Untungnya yang pertama kami jumpai di dalam kota adalah deretan resto franchise di pinggir danau. Dari kejauhan terlihat mukanya Colonel Sanders memanggil-manggil. Jadi jelas kan mau makan siang dimana?

Pas masuk ke parkiran, pas banyak yg kosong. Kayaknya emang Colonel Sanders udah menyiapkan kedatangan kami. Ahahahaha. Tentu saja sepi. Namanya jg NZ, udah lewat jam maksi pula.

Omla pesan paket hemat yg isi 2 ayam + 1 fries + 1 mashed potato + 1 roti + minum. Sedangkan aku, karena udah tauk menu karbohidrat di pahenya Omla sangat berlimpah, cuma pesan paket isi sayap ayam dan minum. Karbohidratnya ngambil mashed potato pahe pesenannya Omla. Begitu duduk kami langsung foto2 dengan muka sumringah. Sumringah karena nemu KFC...

Danau Taupo
Selesai makan, foto2 sebentar dengan background danau Taupo dan mobil pink, kemudian melanjutkan perjalanan ke Rotorua. GPS mengarahkan kami ke SH5 alias Thermal Explorer Highway. Kalau kata GPS sih perkiraan dalam 1 jam bisa tiba di Rotorua.

Autumn Color
Kenapa namanya Thermal Explorer? Sepertinya sih karena di sepanjang jalan banyak terlihat kepulan asap sumber panas bumi yang gak jauh dari jalan raya.

Kami tiba di Rotorua jam 5, ketika matahari mulai terbenam. Gak susah untuk menemukan hotel Ibis yang ternyata 1 halaman dengan Novotel.

Tiba di Rotorua pas Maghrib
Kami mencari parkir di basementnya Ibis, tapi udah nemu. Di parkiran luar yang nempel sama gedung hotel juga udah penuh. Akhirnya parkir di luar yang agak jauh, masih di halaman belakangnya Ibis juga sih. Tepatnya di belakang restoran Pizza Hut. Sayangnya kami masih kenyang habis makan KFC.

Setelah check in dan masuk kamar, Omla langsung tidur. Sementara itu aku keluar lagi untuk melihat kondisi sekitar. Siapa tahu ada toko souvenir.

Aku jalan keliling sendiri dari Ibis, lewat depan Novotel, terus masuk ke kompleks restoran dan bar di dekat situ. Malam itu lagi ada acara, ada panggung di tengah kompleks itu. Mungkin karena itu malam Sabtu ya.

Aku hanya jalan sampai ke ujung kompleks restoran, terus balik arah untuk kembali ke hotel. Malam itu sebenernya udaranya gak terlalu dingin kalau dibanding South Island. Tapi berhubung aku hanya pakai jaket 1 lapis jadi lumayan kedinginan juga.

Sampai kembali di hotel, aku mandi dan kemudian tidurrr...