Saturday, July 09, 2005

Shanghai


Shanghai bisa dibilang kota paling modern, paling sibuk, paling ruwet. Lalu lintasnya terlihat ruwet (padahal enggak loh), jalan layangnya saling-silang di sana-sini, pusing liatnya. Bener2 meliuk-liuk, sampe banyak jalan layang yang nempel ama gedung.


Mereka punya kawasan kota tua (gedungnya tua-tua, dengan arsitektur Eropa) dan kota baru (Pu Dong). Keduanya dipisahkan oleh sungai Huang Pu. Gedung2 tua itu sengaja dikasih lighting pake spotlight, biar terlihat cantik di malam hari. Terus dijual-lah wisata ”Berlayar di Sungai Huang Pu” untuk melihat kecantikan gedung2 itu.


Landmark kota Shanghai adalah Oriental Pearl TV Tower, tingginya 400 meter lebih. Merupakan menara TV nomor 3 tertinggi di dunia. Di sebelahnya ada menara Grand Hyatt, terdiri dari 88 lantai, dari lantai 1-52 diisi kantor, sedangkan lantai 53 keatas berisi hotel Hyatt.... Huuuaaa.... piye yo rasane turu ning lantai 88?? (gambar di kanan adalah hotel Hyatt dilihat dari TV Tower)


Tempat untuk wisatawan di TV Tower adalah di ketinggian 263 meter. Kalo dari luar, itu adalah di buletan kedua. Untuk mencapai ketinggian itu, kita menggunakan lift yang hanya butuh 42 detik. Wuah, langsung pengeng kupingku....

Di seberangnya ada Shanghai Bund, dulunya ini tempat mafia-mafia kota Shanghai bertransaksi. Sekarang? Jadi tempat pacaran! Hueheheheheh... nama lainnya adalah Tembok Pacaran.


Salah satu ”atraksi” lainnya di Shanghai adalah Maglev Train. Kereta cepat yang menuju airport. Jarak 35 km ditempuh dalam waktu 7 menit saja. Kecepatan maksimumnya 431 km/jam. Tapi dia cuma bertahan 50 detik saja di kecepatan itu, maklum lah jaraknya dekat sih... keburu mesti ngerem. Kalo belok, relnya miring, jadi keretanya ikut miring, kayak sirkuit balap sepeda gitu deh... Hmmm... kayak naik jet coaster lah. Pas papasan sama kereta dari jalur sebaliknya, bunyinya cuma boing-boing sedetik aja.


Terus ada juga Yuyuan Garden, dulunya adalah rumah yang dibangun oleh gubernur untuk bapaknya. Pembangunannya memakan waktu 18 tahun. Tapi bapaknya itu gak sempet meninggali rumah itu. Rumah mewah lah ceritanya... Nah, di sekitar Yuyuan Garden itu banyak toko souvenir... lucu-lucu barangnya. Dan relatif murah sih...

Untuk para pecinta belanja, ada Nanjing Road. Nanjing Road itu sejenis Orchard Road kalo di Singapore. Kalo di Indonesia? Apa ya? Pasar Baru kali… tapi dalam skala jauh lebih besar loh… Tadinya aku berencana mau berburu alat musik di Nanjing Rd. But apa yang terjadi... Nanjing Rd terlalu panjang, tulisannya kanji semua, mau nemuin toko musik aja gak bisa. Aku sempet nemu toko musik sih di gang gak jauh dari Nanjing Rd. Tapi dia hanya punya Tenor Sax. Selain aku gak cari Tenor Sax, yang jualan juga blas ora iso boso Inggris. Waduh... piye iki... Gimana mau nanya2 atau nawar. Ya sudah bubye music instrument... aku beli di tempat lain saja. Ternyata bukan hanya aku yang gak berselera belanja di Nanjing Rd, peserta tur lainnya juga hanya duduk-duduk aja, mereka masuk 1-2 toko, terus sisanya leyeh-leyeh sampe waktu makan malam. Abis bahan belanjaan di situ mirip-mirip aja kayak di Jakarta, gak murah2 banget lagi. Wah ya gak usah jauh2 ke Shanghai kalo gitu. Di Mangdu saja.

Suzhou

Suzhou adalah eksportir wanita... hihihihihihihi…. Ini kata si Hasan loh, local guide di Suzhou.


Obyek yang dikunjungi adalah Tiger Hill. Di tiger hill ada pagoda dari batu yang miring. Kenapa dia miring? Karena di bawahnya ada makam raja, sehingga tanahnya jadi lembek sebelah. Di dekat pagoda ada Batu 1000 orang. Di tempat itu, anaknya Raja yang dimakamkan di situ membunuh orang2 yang membangun makam itu dengan arak yang dikasih racun, maksudnya supaya mereka gak bercerita bahwa di situ ada makam raja. Hiiiyyy....


Obyek lainnya adalah Hangshan Temple. Yang ini adalah kuil agama Buddha. Di situ ada lonceng yang konon bisa mengusir kerisauan kalo dibunyikan.


Obyek terakhir adalah GUSU Silk Factory. Produk khasnya adalah Silk Quilt atau Selimut Sutra. Apa istimewanya? Kata Hasan, Selimut Sutra adalah Selimut AC. Ketika udara panas, dia jadi terasa dingin, sedangkan ketika udara dingin, dia jadi hangat. Entahlah aku juga belum sempet membuktikan. Nanti kalo terbukti, aku kasih tauk deh. Selimut sutra terbuat dari kepompong ulat sutra kembar.

Di situ kita lihat cara pembuatan benang sutra. Benang sutra terbuat dari kepompong tunggal. Langkahnya begini:
1. Pilih dulu kepompong unggulan
2. Masukkan kepompong ke dalam air panas/godokan air
3. Dengan sapu lidi mini, kita ambil ujung benang sutra dari kepompong2 itu.
4. Dengan mesin, benang sutranya digulung. Setiap 8 kepompong bisa menghasilkan selembar benang sutra sepanjang 2000 meter.


Kalau cara pembuatan selimut sutra adalah seperti ini:
1. 8 kepompong kembar ditarik kemudian dilapis-lapis untuk membentuk 1 kantong kecil.
2. 8 kantong kecil ditarik kemudian dilapis-lapis lagi untuk membentuk 1 kantong besar (8x8 = 64 kepompong)
3. Dari 100 kantong besar, ditarik kemudian dilapis-lapis untuk membentuk 1 selimut sutra (100x64 = 6400 kepompong).
Jadi 1 selimut sutra membutuhkan 6400 kepompong kembar. Untuk menarik 1 kantong besar menjadi selimut, ternyata berat banget. Bapak2 aja kepayahan, tapi ibu2 yang kerja di situ sih kuat2 aja, katanya koh Hasan, mereka bisa Kung Fu loh... (Masa’ sih?)

Hangzhou

Hangzhou bisa disebut sebagai kota legenda. Salah satunya adalah legenda Siluman Ular Putih, Raja Pengemis.

Obyek wisata yang terkenal di sini adalah West Lake (gambar 1 dan 2). West Lake adalah lokasi terjadinya legenda Siluman Ular Putih. Selain itu ada Yue Fei Temple, Yue Fei adalah jenderal terkenal China (gambar 3). Kemudian LingYin Temple, temple agama Buddha (gambar 4). Terakhir adalah Six Harmonies Pagoda.


Six Harmonies Pagoda dibangun tahun 970, dir-rebuild tahun 1023. Legendanya: di sungai Qianiang ada naga yang suka menyebabkan tidal wave (banjir) yang sering merusak desa-desa. Raja berusaha untuk mengendalikan tidal wave itu. Ada seorang anak kecil bernama Liuhe yang balas dendam karena ortunya jadi korban si naga. Dia melempari batu ke sungai sampe naga itu kapok. Sebagai rasa terima kasih, pagoda itu dibangun di atas bukit tempat dia melempari batu.


Malamnya kita nonton acara pertunjukan The Romance of Song Dynasty. Show-nya sangat spektakuler. Dari sisi teknologi: mereka menggunakan sinar laser, panggung tersembunyi (yang bisa muncul dari bawah panggung atau dari atas atap), kursi penonton yang bisa bergeser-geser, ”membuka” dan ”menutup” untuk digunakan sebagai panggung tambahan. Bahkan mereka membuat ”hujan” dan ”air terjun” di dalam gedung pertunjukan. Dari sisi teknik tari-nya: ada akrobatnya, ada atraksi sepatu roda, juga tari2an ala Guruh Soekarno Putra. Aku paling suka sama tarian kupu-kupu, bisa kayak terbang beneran ( mereka menggunakan teknik akrobat seperti trapeze tapi bergantungnya di kain panjang). Dari sisi music: udah modern punya bok!
Oya, tiket masuknya agak mahal memang, tapi mengingat teknologinya tinggi, memang pantas sih...

Keluar dari pertunjukan spektakuler itu, nonton drama tradisional China, kayak lenong gitu deh... melibatkan penonton. Kayaknya sih lucu... tapi gak ngerti ngomongnya sih. Ceritanya kira-kira begini: Ada raja cari mantu. Nah... si Putri Raja melemparkan bunga ke arah penonton. Siapa yang yang dapat bunga itu, dialah yang jadi calon mantu. Terus si calon mantu diwawancara segala (orang terus pada ketawa, aku tetep aja gak ngerti). Abis itu pas pesta perkawinannya, mereka ngelemparin permen ke penonton.

Yang aku ingat, selama perjalanan di Hangzhou, udaranya panas banget... mencapai 36 derajat Celsius. Trus kaki kita masih sakit akibat turun gunung Huangshan. Tiap kali liat tangga, langsung pasang action untuk mengurangi rasa sakit. Jadilah kita rombongan tur yang berkeringat dan terseok-seok. Hihihi....

Huangshan


Huangshan adalah kota kecil, sekitar 3 ½ jam dari Hangzhou. Yang istimewa dari Huangshan adalah gunungnya yang katanya adalah gunung terindah di dunia. Terindah? Ya gak tauk... belum liat yang lain sih, tapi memang indah sekali kok. Daerah Huangshan dipergunakan untuk shooting film Crouching Tiger, Hidden Dragon.

Sepanjang perjalanan dari kota Huangshan ke gunung Huangshan, pemandangannya bukit-bukit, hutan cemara, hutan bamboo. Anehnya, udaranya sumuk, jadi agak gak matching antara pemandangan dan suhu udara....


Hutan bamboo di China berbeda dengan rumpun bambu di Indonesia. Kalo di Indonesia kan rumpun bambu rapet-rapet dan terkadang angker. Sedangkan di China, bambunya berdiri sendiri-sendiri, jarang2, daunnya lebih halus dan batangnya lebih lentur.


Untuk menuju puncak gunung, kita naik Cable Car. Kapasitasnya 50 orang. Lama perjalanan adalah 13 menit. Kalo jalan kaki sih bisa aja, lewat jalan setapak, kira-kira memakan waktu 3 jam untuk naik.


Waktu naik cable car, kita lewat di atas pohon2 cemara, hihi... serasa film Crouching Tiger, waktu kejar2an di hutan cemara. Yang di foto itu adalah stasiun cable car difoto dari atas cable car. Tapi sayang, lagu backgroundnya gak mendukung. Payah tuh, petugas cable carnya muter lagu cengeng....


Gunung Huangshan tingginya hanya 1600-an meter, tapi kelihatannya tinggi banget karena gunungnya tersusun dari granit yang menjulang dan membentuk jurang2 yang dalam. Di daerah sini terkenal dengan lautan kabutnya (terutama pada saat winter atau musim2 lain selain summer), jadi kayak Negeri di Awan dunk...


Dari stasiun cable car yang di puncak (namanya Yungu Cable Car Station), kita masih mesti jalan kaki lagi ke hotel. Di gunung Huangshan ini tidak ada kendaraan (bahkan sepeda ontel pun gak ada), semua harus dilakukan dengan berjalan kaki. Untuk bawa bahan makanan, bahan bangunan, dan perlengkapan lainnya ke hotel-hotel yang ada di puncak gunung, harus menggunakan kuli barang. Ada 3 jenis kuli pengangkut di gunung Huangshan:
- Kuli Angkut Barang Logistik, tugasnya mengangkut bahan makanan, bahan bangunan, dan perlengkapan lainnya dari pintu masuk kawasan gunung Huangshan ke puncak gunung, melalui jalan setapak (gak naik Cable Car). (gambar kiri) Karena diangkut dengan menggunakan tenaga manusia, maka harga barang di atas gunung 2 kali lipat daripada di bawah. Oya, di lobi hotel tempat kita menginap, ada piano loh... Gimana ngangkutnya ya???
- Kuli Angkut Bagasi, tugasnya mengangkut bagasi-bagasi milik wisatawan. Tarifnya dari stasiun cable car ke hotel RMB 20 (kira2 setengah jam perjalanan). Kalo kita sih gak pake jasa kuli angkut bagasi, karena bawaan kita dikit, koper2 dititip di hotel di kota Huangshan. Aku cuma bawa 1 stel pakaian ganti, 1 stel pakaian tidur, dan pakaian dalam, plus air minum, topi, payung, dan kosmetik.
- Kuli Angkut Orang, yang ini tugasnya mengangkut para wisatawan yang tidak kuat berjalan kaki. Pake tandu, kayak tandu Jenderal Sudirman. Yang angkut 2 orang. Tarifnya? Dari Cable Car Station ke hotel RMB 150. (gambar kanan)


Untuk berjalan-jalan di gunung Huangshan, kita membeli walking stick dari kayu pinus. Harganya RMB 2. Walking stick itu benar2 sumber hiburan, aku akan ceritakan di posting terpisah.

Kita menginap semalam saja di atas, paginya waktu mencoba liat sunrise... anginnya kencang sekali... rasanya kayak mau dibawa terbang. Dan... apa akibatnya? Karena angin kencang itu, hari itu cable car tidak jalan.... HUUAAAAA.... jadi kita terpaksa turun gunung lewat jalan setapak... Kelihatannya sih enak, tinggal turun aja, tapi ternyata cukup tidak nyaman juga.... Aku paling takut sama:
1. Angin kencang. Takut jatuh karena ketiup :-D
2. Tangga turun yang panjang gak ada jedanya. Takut gak bisa ngerem.
3. Orang yang turun tangga sambil lari2/loncat2. Takut ketabrak terus jatuh berguling-guling.
4. Anak tangga yang permukaannya sempit. Takut kehilangan pijakan.
5. BOING!! Apa sih boing itu? Boing adalah sebutanku untuk barang2 yang dibawa oleh kuli angkut barang logistik. Misalnya laundry, bahan bangunan, makanan. Jalan setapaknya gak lebar. Semua orang lewat situ, ya para kuli, ya wisatawan. Jadi para kuli sering gak sengaja menyenggolkan barang bawaannya ke orang sekitarnya. Nah barang itu kan berat banget, kita bisa jatuh kalo kesenggol. Dalam bayanganku, pada saat barang itu menyenggol sesuatu, bunyinya: BOING!!


Rasanya gak nyampe-nyampe ke pintu masuk/keluar, padahal dengkul-e wis amoh, jalannya sampe ngangkang... Akhirnya setelah 2 jam 20 menit sampai juga di pintu masuk kawasan itu (gambar kiri). Kira2 butuh waktu 4 jam kurang untuk menunggu rombongan tur kita komplit. Hebat juga para peserta tur yang lain, udah pada sepuh-sepuh tapi akhirnya sampai dengan selamat dan sukses di pintu keluar (gambar kanan). Habisnya gimana lagi... kalo pake tandu, mahal sekali... RMB 1100 untuk turun gunung (sekitar Rp.1,5 juta).

Oya, di Huangshan makanan khasnya adalah sejenis ikan wader. Love it so much!! Ikan wader adalah ikan kesukaanku, merupakan ikan sungai yang kecil-kecil. Biasanya aku makan kalo ke Yogya. Tempat lain yang ada wadernya juga adalah Palembang. Katanya di sungai Batanghari juga ada. Lha ini... ternyata di Huangshan juga ada!!

Pengalaman Huangshan ini paling tak terlupakan lah... Sampe2 walking stick-walking stick kita yang setia menemani selama turun gunung, dibela-belain dibawa pulang ke Indonesia… Seneng banget waktu liat bungkusan walking stick itu keluar dari ban berjalan bagasi pesawat dalam keadaan utuh (di Soekarno-Hatta).

Beijing

Beijing adalah ibu kota Republik Rakyat China, dan sudah menjadi ibukota sejak ribuan tahun yang lalu (sejak jaman dinasti-dinastian itu). Obyek yang dikunjungi di Beijing adalah:
Hari 1:

Tiananmen Square
Tiananmen Square terkenal dengan peristiwa demonstrasi mahasiswa pada tahun 1989 yang memakan banyak korban. Waktu itu para mahasiswa menuntut keterbukaan (ke dunia luar) dari pemerintah China. Jumlah korban pastinya... sampai saat ini masih jadi rahasia Negara. Di seberangnya ada Musium Natural History of China (kalo di sini = Musium Nasional/Gajah), di depan musium itu ada countdown Olympic Games 2008. Terus di sebrang lainnya ada Memorial Hall of Chairman Mao, tapi di musim panas seperti itu gak buka karena takut balseman-nya rusak.


Forbidden City
Nama lainnya adalah The Palace Museum. Dulunya adalah istana kaisar, sering dipergunakan di film-film China yang bersettingkan jaman kerajaan. Luas totalnya 720000 m2. Gede banget deh pokoknya.... mungkin jalan kaki dari pintu depan ke pintu belakang bisa sampe 3 km-an. Untuk menyelesaikan kompleks itu, dibutuhkan waktu 15 tahun. Kompleks ini terdiri dari 3 bagian:
Bagian Kantor/Kerja (tempat pusat pemerintahan, kantor kaisar, menteri2)
Bagian Tidur (Istana Langit: tempat tidur raja-ada 27 kamar, Istana Bumi: tempat tidur permaisuri, yang terakhir adalah tempat tinggal selir-selir)
Bagian Taman (tempat leyeh-leyehnya raja, dan jualan suvenir)


Summer Palace
Sesuai namanya, itu adalah istana yang ditempati raja pada saat musim panas. Di tengahnya ada danau yang luasnya 300 Ha (luas total kawasan itu adalah 344 Ha). Tempatnya sejuk, karena banyak air. Danaunya adalah danau buatan, sengaja dibuat untuk meniru laut-laut indah yang ada di China. Ada tiruannya West Lake yang di Hangzhou, ada tiruan Laut Timur. Tempatnya enak banget deh buat pacaran, adem geto loh.... di situ kita liat pohon willow, pohon yang pertama jadi hijau ketika musim semi tiba. (coba lihat di foto)

Acrobat Show
Tadinya aku pikir acaranya bakal ngebosenin, ternyata sama sekali enggak. Gila juga tuh para akrobat-er itu, badannya otot apa karet ya? Sorry.... we didn’t take any pictures here... kebiasaan di Gedung Kesenian Jakarta kali ye…

Hari 2:

Tembok Besar China yang di Badaling
Tembok China sendiri ada di banyak tempat, maklumlah panjangnya sekitar 5660 km, lebih jauh dari jarak Jakarta-Beijing. Untuk menyelesaikannya, butuh waktu 200 tahun. Nah, tembok yang di daerah Badaling ini adalah yang paling banyak dikunjungi. Ternyata temboknya gak rata seperti yang kubayangkan. We had to climb it… dan naiknya itu loh, anak tangganya agak licin dan tinggi. Naiknya gak masyalah… turunnya itu bok… baru setengah jalan, waktu nengok ke bawah… huuuaaaa…. Syerem…. (lihat gambar yang sebelah kanan). Akhirnya aku balik arah aja. Gak jadi naik sampe pos pertama.


Ming Tombs
Sesuai namanya ini adalah kompleks makam dinasti Ming. Di bukit itu sebenarnya ada 13 makam, tapi yang dibuka hanya 1 makam, yaitu makamnya raja Ding (Dingling, Ling = tombs). Makamnya terletak 27 m di bawah tanah, ekivalen dengan gedung 9 tingkat... dan kita pun musti turun tangga untuk ke bawah itu. Sebutan lainnya adalah Istana Bawah Tanah, karena di tempat itu sudah seperti istana, barang kekayaannya lengkap (tapi sudah dipindah ke Musium yang berada di atas), juga ada singgasananya (gambar sebelah kanan). Maksudnya adalah jaman dulu ada anggapan bahwa raja tidak pernah mati, setelah meninggal dia tetap berkuasa, meskipun di bawah tanah. Peti mati raja dan permaisuri gede banget... Peti mati yang ada sekarang hanya replikanya, isinya sudah dibawa ke musium Natural History of China.


Peking Duck Resto
Hey… this is my fave!!! Sebelum kita makan Bebek Peking Panggang, si koki demonstrasi cara memotong bebeknya terlebih dahulu. Rasanya gimana? Crunchy, Sweet (terutama sausnya), mmm… pokoknya patut untuk diulangi deh. Yummy-yummy yum-yum…. Makannya pake sejenis kulit lumpia, saus, dan daun bawang (untuk mengurangi rasa amis-nya).

Wang Fu Jing Road
Ini adalah tempat belanja di Beijing. Deretan toko-toko dan mall. Tempat pertama yang kukunjungi? Beijing Music Bookshop! Duile… bukunya banyak, sayang tulisan kanji semua… jadi kita terpaksa milih lagu dengan cara menyanyikan not-not baloknya dulu.
As I suspected, di situ ada my dream musical instruments… dengan harga relative murah, bisa sampe 1/5 dari Yamaha punya. My dream instruments adalah Alto Sax atau Clarinet. China punya pabrik alat musik sendiri, harganya gak semahal alat2 musik yang brand-nya dah terkenal kayak Yamaha. Tapi sayang... waktunya terbatas... jadi aku menunda dulu, di Shanghai saja lah… Milih barang seperti itu gak bisa 10-20 menit. Selain ke Beijing Music Bookshop, kita ke Sun Dong An Plaza dan Giordano saja.
Di sepanjang Wang Fu Jing ada deretan kaki lima makanan… wuah… makanannya serem-serem ah… yang aku inget adalah cumi-cumi segede gaban…. Baunya campur2, jadi bikin pusing.

Hari 3:

Temple of Heaven
Yang ini tempat ibadahnya raja pada jaman dulu. 2 kali setahun diadakan upacara selametan, yaitu selametan minta hujan dan selametan terima kasih setelah panen (sejenis Thanksgiving gitu kali ya). Selain bangunan altar yang serba 9 (tangganya terdiri dari 9 anak tangga, pagarnya kelipatan 9, ubinnya juga kelipatan 9, 9 itu artinya panjang umur), ada juga Echo Wall, sesuai namanya tembok itu bisa memantulkan suara kita, efek itu lebih terasa ketika gak ada orang. Tapi sayangnya, kecil kemungkinannya untuk gak ada orang di hari cerah seperti itu (yang sebelah kanan adalah pintu masuk ke Echo Wall). Waktu menuju jalan keluar, kita melewati koridor panjang, nah di situ banyak dipertontonkan kesenian tradisional China.

Pabrik Mutiara
Sebelum makan siang, kita mengunjungi pabrik mutiara air tawar. Di situ kita melihat kerang mutiara. Sebelum dipanen, biasanya ditunggu sampe si kerang berusia 10 tahun. Tapi ada juga kerang2 yang terkubur di pasir, sehingga baru dipanen pada usia 30 tahun, biasanya mutiaranya besar. Setelah dipanen, mutiaranya disortir. Yang bentuknya bagus dijadikan perhiasan, sedangkan yang gak bagus dijadikan bahan untuk membuat Pearl Powder, sejenis kosmetik. Katanya kalo pake bubuk mutiara itu, kulitnya jadi dingin. Si Harry bener2 men-demo-kan cara pemakaiannya, di tanganku. Pertama bubuhkan krim dulu, kemudian tambahkan bubuk mutiaranya, setelah itu diratakan.

Cantonese Restaurant
Makan siang di Cantonese Restaurant, sebelum berangkat naik pesawat ke Hangzhou. Ada Cantonese proverb yang menyatakan seperti ini: ”Semua yang bersayap boleh dimakan kecuali pesawat terbang. Semua yang berkaki 4 boleh dimakan kecuali meja dan kursi.” Orang Canton bener2 pemakan segala, katanya mereka bikin masakan dari kucing dan tikus juga. Hiiiiyyyy.... tapi tentu saja, siang itu... makanannya halal semua.

Guide Lokal

Ada 6 guide local yang memandu rombongan tur kita selama di China. 4 diantaranya bisa bahasa Indonesia, 2 lagi bahasa Inggris saja. Ternyata di China ada 4 sekolah bahasa Indonesia, 2 di antaranya ada di Beijing. Seperti juga di jurusan Sastra, sekolah2 itu juga mengajarkan kebudayaan Indonesia. Mereka juga punya nama Indonesia, at least nama yang mudah di-spell oleh orang yang gak bisa bahasa Mandarin.
Oke deh, aku cerita satu persatu ttg guide local yang kutemui di sana.
1) Simon

Adalah guide pertama yang kita temui di Beijing. Tata bahasa Indonesianya paling bagus, mungkin karena dia menghabiskan 2 tahun di sekolah bahasa Indonesia. Kalo lagi gak menjelaskan sesuatu, biasanya dia lagi terima telepon. Sepanjang Forbidden City itu, entah berapa kali dia terima telepon. Simon punya anak perempuan berusia 8 tahun ( sama dengan Natasya - cucunya pak Hamid, salah satu peserta tur ), makanya dia seneng banget main sama Natasya.

2) Harry

Kita (Ndulo, KITA, Ndoro) memanggilnya Harry Kim, tokoh di Star Trek Voyager. Harry menggantikan Simon di Beijing waktu Simon mesti menjemput rombongan Dream Holiday yang datang tanggal 28 Juni. Bahasa Indonesia si Harry kadang2 mirip bahasa Melayu-nya orang Malaysia. Apa yang aku inget dari Harry Kim? Ternyata dia bisa juga mendemonstrasikan cara pemakaian kosmetika Pearl Powder!!

3) Heidy

Mbak yang satu ini guide kita di Huangshan. Dia gak bisa bahasa Indonesia, lebih banyak bicara Mandarin dibandingkan Inggris (trus diterjemahkan oleh tour leader kita, pak Kahar), cantik, kuat banget naik turun gunung (salah satu syarat jadi orang Huangshan yang daerahnya bergunung-gunung dan alat transportasi utamanya adalah: KAKI), tapi sayangnya Mbak Heidy ini agak dingin. Kurang suka becanda. Ada teori yang mengatakan bahwa orang2 yang hidup di daerah dingin memang lebih dingin (contohnya orang Finlandia). Tapi masa' iya sih seperti itu? Yang jelas, di medan gunung Huangshan yang naik-turun-dan-turun tangga itu, mbak Heidy gak pernah keliatan capek. Kadang2 malah terlalu jauh ngeduluin para peserta tur.

4) Cynthia

Miss Hangzhou... begitu nama yang diberikan pak Kahar buat Cynthia. Dia lebih suka dipanggil dengan nama China-nya: Shao Tong (ini hanya kira2 loh). Tapi kita gak pernah bisa spell nama itu dengan benar. Jadi ya sudah panggil Cynthia saja. Cynthia ini orangnya cheerful and helpful banget. Dia juga gak bisa bahasa Indonesia, tapi banyak ngomong bahasa Inggris, jadi lebih nyambung lah ama kita. Denger-denger dari pak Alex, Cynthia ini lulusan S2 loh....

5) Hasan

Ini guide yang paling ganteng. Huehehehehe.... kombinasi antara Charlie dan koh Delon. Memandu kita waktu di Suzhou. Hasan 10 bulan sekolah bahasa Indonesia di Beijing. Logatnya masih belum sebagus Simon, sehingga dia mengeja namanya sendiri menjadi : Hasang. Dia bisa nyanyi Bengawan Solo, dan berjanji mau nyanyi Cucak Rowo, tapi gak sempat. Hasan juga belajar tentang pameo yang ada di masyarakat Indonesia, misalnya: Kasian deh lu!!. Waktu di pabrik sutra dia sabar banget melayani semua peserta tur yang cerewet banget milihin Selimut Sutra (he called it selimut AC). Bahkan kita juga minta tolong diambilin hadiah pembelian selimut berupa scarf sutra ama dia.... hihihi...

6) Susi

Guide paling imut-imut ini memandu kita selama di Shanghai. Orang tuanya lahir di Indonesia, Pamanukan tepatnya. Tapi tahun 1960 sudah kembali ke China. Sampe sekarang Susi belum pernah ke Indonesia. Dia juga jebolan sekolah bahasa Indonesia. Lucunya, bahasa Indonesia-nya kecampur logat Pamanukan. Susi sering banget ngomongin masakan Indonesia : tempe, pete, kerupuk, emping, gado-gado.

Tentang Pariwisata China

Pemerintah China bener-bener niat banget untuk mengembangkan pariwisata negerinya. Hal itu tercermin dalam beberapa hal unik yang aku temui di sana:

1) Pemerintah mewajibkan setiap rombongan tur untuk menggunakan guide local yang memiliki license. Kalo ketauan guide yang memandu tidak punya license, wah... ada sangsinya. Jadinya selama perjalanan kemarin, kita 6 kali ganti guide (di Beijing 2 kali, di Huangshan, Hangzhou, Suzhou, Shanghai masing2 sekali). Dan mengantisipasi banyaknya turis Indonesia, mereka juga menyediakan guide-guide yang bisa berbicara bahasa Indonesia.

2) Semua guide di suatu kota memiliki pengetahuan yang seragam, mungkin ada pendidikan/kursus-nya kali ya sebelum dapet license. Aku merhatiin hal ini waktu rombongan kita bersebelahan sama rombongan tur lain yang guidenya bahasa Inggris. Ternyata mereka bercerita hal yang sama dengan guide kita. Jadi, informasi yang sampai ke wisatawan itu juga seragam. Sebenernya di Indonesia yang seperti ini sudah mulai diterapkan di Bali (menurut Blih Gede loh, guide waktu aku ke Bali).

3) Sepertinya guide-guide local itu diwajibkan untuk membawa wisatawan-nya untuk mengunjungi pusat industri yang ada di kotanya, biar wisatawannya berbelanja. Terbukti deh... setiap ganti guide local, pasti minimal sekali kita dimampirkan ke pusat-pusat industri seperti itu. Pusat industri yang dikunjungi selama di sana:
Beijing: pusat pengobatan tradisional, pabrik batu Giok, pabrik krim 10,000 manfaat,pabrik mutiara sungai, pabrik Cloisonne (guci yang dari tembaga),
Hangzhou: Tea Village (pabrik teh hijau kualitas raja alias Emperor Tea)
Huangshan: pusat perawatan kaki
Suzhou: pabrik Sutra
Shanghai: pabrik patung Singa Kahyangan

4) Wisata ke China = wisata jalan kaki. Kalo yang gak demen jalan kaki dan naik turun tangga, pasti akan menderita. Tempat2 wisatanya begitu luas, dan tempat parkirnya jauh. Jadi wisatawan terpaksa harus banyak berjalan kaki. Ini beberapa barang yang gak boleh lupa untuk dibawa:
- Topi, payung, sunglasses, dan sunblock (terutama saat summer)
- Walking stick!! (sangat membantu untuk naik turun tangga, terutama ketika dengkul-e wis amoh), mau yang dari stainless (mahal), atau kayu (bisa juga RMB 2 harganya, atau Rp 2500,-)
- Air putih (jangan sampe dehidrasi, mesti banyak minum)
- Tissue (buat ngelap keringet, buat ke WC, pokoke berguna banget deh).

5) Buat para wisatawan yang gak bisa bahasa Mandarin, SEBAIKNYA TIDAK NEKAT KE CHINA SENDIRIAN. Harus bawa guide/temen yang bisa bahasa Mandarin. Kita sempet niat mau pergi sendiri, naik taksi. Tapi apa yang terjadi... supir taksinya gak ngerti kita ngomong apa!! Ditunjukin tulisan latin, mereka juga gak bisa baca... maunya huruf kanji... wekss... Kejadian serupa terjadi di airport Soekarno-Hatta. Ada seorang bapak yang menjemput tamu dari Shanghai. Bapak itu membawa kertas dengan tulisan nama si tamu, tapi dengan tulisan latin. Nah... sampe penumpang dari Shanghai udah bubaran (kopernya dah keluar semua), bapak itu masih kebingungan mencari tamunya, sepertinya sih tamunya mungkin gak sadar kalo nama itu adalah nama dia tapi dalam tulisan latin!! Wah, ternyata communication barrier-nya lebih lebar dari yang pernah aku bayangkan. Kalo mau nanya jalan, lebih baik bertanya sama anak2 muda, karena kemungkinan besar anak2 itu sudah mendapatkan pelajaran Bahasa Inggris di sekolah.

6) Lampu2 Shanghai adalah salah satu bukti keseriusan pemerintah China. Untuk mempertontonkan keindahan gedung2 kota Shanghai di malam hari, pemerintah China mensubsidi ½ dari biaya listrik spotlight-spotlight yang mempercantik gedung2 itu. Nah... dengan spotlight2 itu, terciptalah wisata sungai (cruise di sungai Huang Pu), yang mempertontonkan baik kota lama dan kota baru Shanghai. Yang mau naik kapal, ngantre banget... bayangkan pemasukan yang didapat dari situ.

China dan Keluarga

Jaman dulu...
Orang China boleh punya 3 orang istri dan 4 orang selir, ini untuk orang biasa. Sedangkan raja bisa memiliki 3000 selir. Jadi dalam semalam, si raja ini tidak bergaul dengan 1 orang selir saja. Lebih dari 1, tapi jumlahnya tergantung kemampuan si raja. Kata Simon, itu sebabnya obat kuat China terkenal di mancanegara.

Bagaimana dengan sekarang...
Sekarang ini keluarga di China hanya bisa 3-in-1: 1 orang bapak, 1 orang ibu, dan 1 orang anak. Trus gimana kalo anaknya lebih? Kalo dia pegawai negeri atau anggota partai komunis: orang itu akan dipecat. Sedangkan kalo dia pegawai swasta dan lain-lain, dia harus membayar RMB 70000 (sekitar Rp 80 juta). Hmm... apakah itu harga untuk sebuah kebahagiaan?

Produk Khas China

Kalo beli barang di China, kita mesti pinter dan berani nawar. Kalo perlu kita buka tawaran dari 1/20 harga yang ditawarkan. Tapi ada 4 barang yang gak boleh ditawar, ini adalah ketentuan dari Pemerintah China:
1. Rokok
2. Wine
3. Silk
4. Teh
Katanya itu adalah produk khas China, makanya dibikin ketentuan seperti itu.

Summer di China

Suhu maksimum pada saat musim panas adalah 43 derajat Celsius. Biasanya terjadi di bulan Agustus. Kemaren itu waktu di sana kita ”baru sampe” 39 derajat Celsius. Matahari terbit jam ½ 5. Jadi jam 5 udah terang benderang. Terus tenggelam sekitar jam 19.30.

Sebelum berangkat, gak percaya loh kalo segitu panasnya. Setauk aku, China tuh adem (kalo di foto-foto kan gitu, orang2nya berjaket, landscape-nya bersalju, banyak angin), ealah... ternyata foto-foto itu menipu. Sampe di sana... sumuk tenan loh... untung gak salah kostum. Jadinya selama di sana, makanan yang paling diidam-idamkan adalah es batu dan Coca Cola... Payahnya, di sana itu Coca-Cola lebih mahal daripada beer.

Lalu Lintas di China


-Jalur Khusus Sepeda-
Di Beijing, banyak orang naik sepeda, tapi di sana orang naik mobil gak stress kayak di Jakarta (harus bercampur dengan sepeda2 motor yang buanyak banget dan pating sliweran, sudah bersifat seperti bajaj <- hanya 2 yang tau sepeda motor itu mau ngapain: Tuhan dan supirnya). Herannya fenomena seperti itu hanya ada di Jakarta. Di kota2 besar lain di Indonesia, banyak juga motor, tapi gak seheboh di Jakarta. Sori ya buat para pengendara motor di Jakarta, tapi memang seperti itu keadaannya. Nah, resepnya Beijing adalah: jalur khusus sepeda. Sepeda punya jalur sendiri. Sedangkan sepeda motor tidak diijinkan untuk berkeliaran di downtown. Asik banget kalo yang konsep seperti itu bisa diterapkan di Jakarta: jalur khusus sepeda motor. Di sini, mungkin Yogyakarta yang sudah mulai menerapkan jalur khusus seperti itu. Menurut pendapatku, ini merupakan win-win solution. Pengendara motornya enak, yang naik mobil juga enak. Tapi aku gak tauk deh, gimana pendapatnya DLLAJR... mereka setuju apa gak ya? Rasanya sih hal ini pernah dibahas di Kompas. BTW, trus siapa yang menyebabkan Jakarta jadi lautan sepeda motor? Salah satunya adalah produsen motor China!!! Wah curang mereka..... motornya dipindah ke Indonesia biar negaranya gak penuh....

-Bis Listrik-
Trus... yang di Beijing ada dan di Jakarta gak ada adalah: Bis Listrik. Mirip kayak KRL, tapi bis. Di atas bis terdapat kabel listrik. Nah, karena ada kabel listriknya, antar bis listrik tidak dapat saling mendahului deh.... lumayan juga, jadi gak menyebabkan polusi udara. Gak seperti Metro Mini yang kemebul asapnya... hehehe....


-Trotoar-
Di Beijing trotoarnya lebar-lebar... jadi enak buat jalan kaki. Gimana dengan Jakarta? Trotoar yang cukup enak, cuman di Jl. Sudirman aja sih rasanya.... itupun gak seluruhnya. Mana lagi ya? Daerah Imam Bonjol mungkin.... Sepertinya Jakarta perlu diperbanyak trotoarnya yaa.... trus dikasih pepohonan... supaya pejalan kaki lebih nyaman dan lebih memilih jalan kaki daripada naik kendaraan untuk jarak dekat, ujung2nya adalah penghematan BBM to?

-Setirnya di Kiri-
Satu hal yang aku selalu lupa adalah bahwa di China mobil jalan di sebelah kanan, supirnya ada di sebelah kiri, seperti di AS gitu deh, kebalikan dgn Indonesia. Jadi... tiap kali, aku selalu mencari pintu bis di sebelah kiri karena pintu Metro Mini di sebelah kiri, pdhal pintu bis-bis di China ada di sebelah kanan.... hahaha.... payah bener nih... :-D